Thursday, March 12, 2009

PELAJAR, SEKS DAN GURU

PELAJAR, SEKS DAN GURU

Oleh : Nanang Fahrurrazi

Pelajar adalah pemimpin masa depan. Sebuah negara akan hancur jika tidak ada wanita dan kaum pelajar di negara tersebut hancur. Pelajar merupakan generasi pengganti, karena sebuah generasi akan berganti setiap 20 tahun.


Para pelajar selama ini kita elu-elukan sebagai kader masa depan bangsa. Orang suka dengan sebutan “pelajar hari ini adalah pemimpin hari esok”. Bahkan Soekarno bilang “ beri aku 10 pemuda akan kugoncang dunia” . Artinya kita melihat betapa pentingnya arti pemuda/ pelajar bagi bangsa dan negara.

Namun kenyataannya pelajar sering ditempatkan dalam posisi yang sulit. Dimana pada satu sisi menjadi harapan bangsa dan negara banyak tuntutan terhadap mereka, namun disisi lain menjadi objek dan termarjinalkan bahkan seringkali menjadi pusat tuduhan. Akhir-akhir ini kita sering mendengar pelajar narkoba, pelajar seks bebas/free sex, pelajar tawuran, dan lain sebagainya. Di lain pihak, pelajar merasakan tuntutan hidup yang semakin kompleks dan tidak ringan. Intinya di satu sisi mereka berhadapan dengan banyak teori atau idealisme, tetapi disisi lain berhadapan dengan banyak kenyataan yang tidak sesuai dengan idealisme dan nalarnya.

Bagi sebagian pelajar sekolah tidak lebih dari sekedar menyenangkan orang tua. Mereka melihat apa artinya sekolah kalau pekerjaan saja sangat kurang, dan belum tentu begitu lulus dapat kerja, paling-paling menjadi penganggur, bahkan menurut data BPS ada 40 juta orang penganggur di Indonesia, 60 juta orang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Jumlah itu belum lagi yang belum terdata/ tercatat resmi oleh BPS. Mereka juga melihat banyak orang yang hanya dalam sekejap saja dapat menjadi kaya raya. Banyak orang dengan mudahnya menjadi terkenal tanpa harus berjuang bahkan tanpa pendidikan yang tinggi. Hal ini juga sangat berpengaruh dalam cara pandang pelajar menghadapi permasalahan disekitarnya.

Mereka juga merasa kurang kesibukan dalam kehidupan kesehariannya. Tidak semua sekolah mengadakan kegiatan ekstrakurikuler untuk menyalurkan bakat dan minat anak-anak pelajar. Mengaktualisasikan dirinya lewat kegiatan, entah lewat organisasi kepelajaran, mendaki gunung, marathon, atau olahraga yang semuannya bertujuan untuk membuat sibuk dan berkembang, karena nampaknya sekolah terlalu sibuk mempersiapkan siswanya belajar sepanjang waktu demi lulus menghadapi ujian nasional yang semakin tahun semakin tinggi saja standar kelulusannya. Sementara banyak pemberitaan mengenai ‘kenakalan’ pelajar mau tak mau berpengaruh pada kehidupan pelajar yang lain. Pelajar yang mula-mulanya baik dan alim dapat juga tiba-tiba berubah menjadi brutal. Lebih-lebih pelajar yang belum mampu mengendalikan emosinya. mereka berada dalam posisi yang masih labil, mudah terbakar oleh isu-isu.

Para pelajar dalam hal ini, siswa SLTP – SLTA, termasuk dalam kelompok usia remaja. Dan remaja, menurut Prof. Dr. Hj. Zakiyah Dradjat, cendrung mengalami konflik batin ( Psikologis remaja) ; pertama, antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas dan merdeka; kedua, kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan ketergantungan kepada orang tua; ketiga, kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai-nilai sosial; keempat, konflik nilai, yaitu konflik antara prinsip-prinsip yang dipelajari sejak kecil dengan nilai-nilai yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungannya; kelima, konflik menghadapi masa depan yang di sebabkan oleh kebutuhan untuk menentukan masa depan, membuat rencana, mencari pekerjaan, jabatan, ketrampilan dan persiapan untuk mencapainya.

SEKS

Undang-undang yang mengatur pornografi dan pornoaksi tidak menyurutkan penyimpangnan seks dan pornografi di negeri ini akibat tidak tegasnya penerapannya. Padahal fenomena kelamin dan seksualitas manusia pada masa kini sangat mempengaruhi individu dan masyarakat yang hidup dalam dunia global. Tentu saja berakibat pada perilaku kehidupan masyakarat khususnya pelajar.

Pornografi dan pornoaksi di negara kita kini telah menjadi penumpang gelap yang merasuki hampir setiap lapisan masyarakat. Dengan mendompleng kebebasan pers, pornografi kini dengan semena-mena selalu berusaha untuk tampil mempengaruhi selera masyarakat dengan cara yang murah, mudah dan rendah (low test). Akibatnya kini permasalahan prilaku seks bebas khususnya dikalangan pelajar sudah pada taraf yang mengkhawatirkan, ditambah lagi dengan pelajar yang kini cepat beradaptasi dengan perubahan kemajuan dan perkembangan teknologi, sehingga rawan penyalahgunaannya seperti HP berkamera dan memiliki fasilitas video digunakan untuk merekam hal-hal yang porno, kemudian tayangan media-media teknologi televisi, musik, internet, majalah, fashion dan peredaran film/ vcd porno yang kian marajalela melanda di berbagai kota sampai kepelosok desa. Pelan tapi pasti menurut Rudi Gunawan dan Seno Joko Suyono (dalam bukunya “Refleksi Kelamin dan Sejarah Pornografi”: 2003) akan dapat menanamkan pengaruh buruk dibawah alam kesadaran dan akhirnya dapat mencuci otak yang bisa saja sewaktu-waktu terjerumus melakukan perbuatan seperti yang ditonton/ dibacanya tersebut.

Kejadian dan cerita pelajar hamil sudah tidak asing lagi terdengar di media massa dan berlanjut kepada kasus bunuh diri yang kian melonjak. Lantas pertanyaan yang pantas untuk diajukan dalam hal ini adalah : dimana salahnya? Apakah seluruh permasalahan ditimpakan hanya kepada para pelajar tanpa tahu sebab-sebab yang lain? Apakah memang pantas menuduh para pelajar secara komprehensif dan menyeluruh serta simultan dari seluruh komponen yang terkait sehingga penanganannya lebih terfokus dan tidak menjadikan para pelajar sebagai objek. Lebih jelasnya mengutip dari Nur Indrawati Pari Ketua Konsorsium Masyarakat tolak Pornografi ( MTP ), pengaruh MMSM ( Materi yang menonjolkan seks di media) terhadap Perilaku dan kesehatan reproduksi remaja :

1. Seksual Arousal

Dampak yang timbul ketika orang mengkonsumsi media yang pornografis adalah adanya rangsangan, hal ini dikarenakan tujuan utama dari pornografi adalah to arouse sexually . Ini lah yang kemudian melatar belakangi mengapa seseorang begitu nekat melakukan perzinahan, pemerkosaan, dan lain-lain. Pada awalnya mungkin dampak ini tidak terlalu dirasakan, namun ketika pelaku tersebut meningkatkan konsumsi media pornografi nya , maka hal tersebut bisa menjadi “masalah” yang kemudian melahirkan tindakan act out berupa masturbasi, perzinahan baik dengan sesama jenis atau lain jenis, pemerkosaan yang bisa juga diikuti tindakan kekerasan maupun pembunuhan korban pemerkosaan.

2. Desakralisasi seks

Mengapa kita Pornografi harus dilawan? jawabannya, sederhana : karena pornografi menggunakan media, yang mampu membentuk opini publik yang mendorong desakralisasi seks - sesuatu yang kemudian hari akan akan memakan biaya yang sangat-sangat mahal ( social cost).

Desakralisasi seks merujuk pada penolakan gagasan tentang seks sebagai sesuatu yang suci dan hanya boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan. Dengan sendirinya itu berarti seks dapat dilakukan secara bebas, baik antar jenis maupun lain jenis di luar ikatan lembaga pernikahan . Hal tersebut kemudian akan dapat menyebabkan hancurnya lembaga pernikahan. yang di hasilkan oleh kehancuran lembaga pernikahan adalah kondisi dimana terdapat banyak anak yang tumbuh tidak dalam keluaraga yang “lengap’, umumnya tanpa ayah , yang kemudian kita kenal dengan istilah single parenthood . dampak lain yang berpotensi timbul adalah peningkatan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks, terutama AIDS. Dampak lainnya adalah kehamilan remaja, pengguguran kandungan, perkosaan, serta pelacuran. Dalam kasus pemerkosaan, misalnya desakralisasi seks menyebabkan penurunan sensitivitas masyarakat terhadap korban perkosaan.

3. Pencitraan Perempuan sebagai Objek Seks

Pornografi modal utamanya adalah eksploitasi seks. Dan yang kerap menjadi objek dari eksploitasi ini adalah perempuan. Sehinggaketika perempuan begitu sering ditampilkan media massa dalam bentuk pornografi, maka akan turut mempengaruhi citra perempuan, yaitu hanya sebagai objek seks.

Belum lagi jika kita berbicara tentang korban-korban pemerkosaan, kehamilan remaja, pengguguran kandungan sampai pada single parenthood yang semuanya itu adalah perempuan. Sekalipun belum ada study yang signifikan membuktikan bahwa pornografi berakibat pemerkosaan, namun kita bisa melihat data bahwa tidak sedikit pelaku pemerkosaan adalah orang-orang yang sebelumnya menyaksikan adegan pornografi.

4. Kebutuhan untuk menyalurkan

Dengan meningkatnya konsumsi media pornografi tersebut, seseorang akan mengalami addictive-escalazion-Desensitization – act out, kesemuanya merupakan efek yang ditimbulkan ketika materi pornografi di lihat/ dibaca oleh seseorang.

Nah … dengan memahami itu semua, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pornografi sangat berbahaya bagi siapapun, tanpa terkecuali anak-anak dan remaja/ pelajar. Materi yang menonjolkan seks di media (MMSM)bukanlah merupakan pendidikan seks yang benar dan sehat. Karena pendidikan seks pada prinsipnya bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai seksualitas. MMSM cenderung mengajarkan corak hubungan seksual yang tidak bertanggung jawab, sehingga potensial mendorong perilaku seks yang menghasilkan kehamilan remaja, kehamilan di luar nikah, atau penyebaran penyakit yang menular melalui hubungan seks, seperti PMS/AIDS. Pemaham yang benar tentang kesehatan reproduksi akan menyebabkan seseorang memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya.

Kembali kepada pokok persoalan semula, kita juga harus proporsional dalam melihat hal ini. ‘Kenakalan’ pelajar memang saat ini sudah akut dan butuh penanganan yang serius dari berbagai pihak. Pertanyaan selanjutnya kenapa pelajar ‘nakal’ sampai diluar batas yang disebut wajar??

Banyak faktor yang mempengaruhi, untuk sekedar menyebutkan pada lingkungan pertama adalah faktor keluarga. Tidak sedikit pada keluarga baik tradisional, modern maupun pasca “modern” yang kurang memperhatikan anak-anaknya. Mereka (para orangtua) hanya sibuk dengan kegiatan kehidupan dunia. Sibuk bekerja mencari harta, terlalu sibuk dengan waktu bekerja seakan-akan hidupnya diperbudak oleh waktu, diatur oleh kerjaan, bukan mengatur waktu dan mengatur pekerjaan. Sementara waktu untuk perhatian anaknya hampir tidak ada. Harta uang dan fasilitas hidup yang orang sering menyebutnya hedonis dan kehidupan konsumtif. Sementara kasih sayang dari orangtua dan keluarga hampir tidak ada, selanjutnya anak mencari kesenangan dan kepuasan di luaran.

Lingkungan kedua adalah sekolah. Dalam lingkungan sekolah siswa memang disiapkan dan didesain sedemikian rupa bagaimana sekolah dapat memfasillitasi kebutuhan pelajar sebagai mahluk yang perlu berkembang dan beraktualisasi diri. Sekolah mampu memfungsikan dirinya sebagai tempat menuntu ilmu dan mengembangkan pengetahuan disamping berinteraksi dengan kawan-kawannya sebayanya.

Namun untuk dapat menjadikan pelajar yang berprestasi dan menjadikan sekolah sebagai media belajar yang baik hendaknya disediakan perangkat dan sarana yang menunjang bagi para pelajar untuk beraktualisasi diri. Problem klasik, tetapi tak kunjung selesai di dalam dunia pendidikan kita adalah sarana dan prasarana yang kurang memadai, kalupun ada, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil pelajar dari orang-orang yang berekonomi mapan. Dapat dibayangkan, kelak jika perdagangan bebas dunia diberlakukan, mereka akan memasuki dunia kerja yang kompetitif juga. Anak muda dari Amerika, misalnya dengan skil dan modal yang di miliki berdatangan ke Indonesia, dan yang lainnya datang berbondong-bondong dan memperebutkan pos-pos penting, jabatan-jabatan penting di perusahaan nasional. Lantas bagaimana dengan anak-anak negeri?.


GURU

Awal sebuah kegiatan adalah adanya tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan waktu. Waktu memerlukan suatu proses dan didalam proses tersebut memerlukan aksi-aksinya nyata. Dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi hasil apakah sesuai dengan tujuan.

Dalam proses ini kemampuan guru sangat penting untuk dapat memberikan visi bagi pelajar untuk dapat menentukan masa depannya, sehingga pelajar tidak hambar dengan masa depannya. Pelajar tidak dibebani dengan pelajaran-pelajaran yang menjenuhkan dan diperlakukan sebagai orang bodoh dan dituntut menghafal. Ketika sampai disekolah hanya sekedar mencatat, sementara guru hanaya sekedar membaca buku. Hal ini sangat menjenuhkan bagi para pelajar. Untuk dapat melakukan ini memang dibutuhkan kualitas tertentu bagi guru kita.

Guru perlu pemahaman teori-teori dan sekaligus dapat mempraktekkan model-model pendekatan/ pembelajaran baik itu model peadagogiek (yang memberlakukan siswa sebagai orang yang belum tahu) dan perlu bimbingan atau model andragogie (hadap masalah) dimana siswa dianggap sudah tahu dan dapat melakukan dan diberi kebebasan untuk berekspresi.

Tentu saja model-model pembelajaran pendidikan itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Untuk itu perlu diramu sehingga keduanya bisa dipadukan dijadikan model pengajaran bagi siswa-siswa. Para pelajar bisa diperlakukan sebagai orang dan disekolah tidak hanya mencatat dan menunggu serta mendengarkan guru berbicara di depan siswa, dan siswa mengobrol dibelakang. Kemampuan dan kompetensi guru ini harus terus dimutakhirkan, terlebih adanya indikasi guru sekarang yang kurang layak mengajar alias tidak ada satupun yang lulus tes uji kompetensi misalnya seperti yang terungkap dari sampel hasil uji kompetensi 1000 guru SD di Kalteng oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Kalteng belum lama ini.

Disamping itu dalam hal ini pemerintah khususnya departemen pendidikan hendaknya menempatkan dan memberikan peluang dan beban belajar yang lebih realistis kepada pelajar. Terutama kurikulum titipan dari berbagai departemen bisa dikurangi sehingga beban kurikulum bisa lebih ringan dan lebih realistis. Dan diharapkan pendidikan lebih mandiri dari intervensi pihak luar yang pada dasarnya kurang pas untuk menangani dan memasukkan kurikulum didalamnya.

Menyangkut anggaran pendidikan agar diperbanyak dan diperbesar. Namun biaya pendidikan juga perlu dibagi dengan teliti supaya biaya pendidikan tidak banyak pada pembangunan gedung tetapi masuk pada pembangunan manusianya. Bila selama ini biaya pendidikan 80 persen untuk pembangunan gedung.

Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan animo untuk belajar diperlukan penumbuhan minat baca dengan cara mendirikan banyak perpustkaan sebagaimana usulan Mendiknas. Untuk meningkatkan kualitas bangsa ini tidak cukup hanya mencanangkan wajib belajar sembilan tahun tetapi hendaknya juga diikuti dengan seluruh biaya sekolah bebas biaya. Ini sangat penting karena biaya dan ongkos pendidikan kita sangat tinggi. Menyoal keberadaan biaya operasional sekolah (BOS) memang cukup membantu, tetapi pungutan-pungutan masih saja terjadi dengan berbagai alas an, akan tetapi bagaimana mungkin mewajibkan bersekolah sementara ongkos pendidikan sangat tinggi.

Bukankah negara menjamin warganya untuk menempuh pendidikan yang layak. Untuk itu sudah waktunya ongkos pendidikan dibebaskan bukan hanya dari SPP tetapi dari seluruh biaya pendidikan. Sebab SPP hanya sepuluh prosen dari ongkos-ongkos pendidikan. Diantara persoalan bangsa ini adalah SDM para pengajarnya disamping tidak memiliki skil yang cukup juga tingkat kesejahteraan guru yang mines untuk dapat disebut layak. Bagaimana pada masa mendepan para guru dapat dibangun fisi dan kepribadiannya, sehingga yang mengajar dan melakukan pengabdian yang katanya tanpa tanda jasa itu benar-benar harum dan bukan sebagai tempat hujatan serta tempat kambing hitam bagi limpahan kesalahan bagi kita semua.

Pada kalangan ormas pelajar, yang selama ini kurang gregetnya untuk memberikan muatan bagi para pelajar untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan. Dimana ormas pelajar/pemuda pada sibuk dengan aktifitas intern dan tidak memberikan layanan yang layak bagi para pelajar, sehingga bisa dikatakan ormas pelajar sibuk dengan urusan intern organisasi dan teralinasi dari basis masanya. Ormas pelajar hendaknya mampu memberikan layanan dan tempat beraktifitas bagi para pelajar. Bagaimana ormas pelajar mampu untuk menjadi sentral aktifitas untuk lingkungan dan mengembangkan kepribadiannya.

Semoga permasalahan pelajar ini mendapat perhatian lebih dari kita semua, dan bila seluruh komponen ini dapat saling menunjang, diharapkan mampu merobah kondisi kritis kondisi bangsa ini. Untuk itulah dibutuhkan kemauan baik dan komitmen serta aksi nyata semua pihak. Yang jelas bagaimanapun wajah kaum muda hari ini adalah cermin dari kondisi masyarakat yang akan datang semoga kaum pelajar tetap eksis posisinya sebagai lapis generasi pewaris dan pelanjut kehidupan masyarakat dan bangsa.

No comments: